Saya : Mah, kenapa nama aku Asyifa?
Mama : Asyifa kan artinya obat penyembuh,
Saya : Penyembuh apa mah? Tapi kok aneh mah nama
aku artinya malah obat
Mama : Ya penyembuh kayak obat gitu. Mama kasih nama Asyifa itu karena mama dulu pernah ikut pengajian terus nama anak Ustadzh-nya itu Asyifa. Terus mama
pikir-pikir kalau nanti mama punya anak perempuan lagi mau di kasih nama Asyifa
juga.
Yap, begitulah
singkat cerita percakapan beberapa tahun silam antara saya dan mama. Saya yang
saat itu mulai kritis terhadap hal-hal kecil yang saya tidak ketahui. Awalnya,
saya ada rasa kurang suka kok namanya Asyifa, kan susah banget disebutnya.
Tetapi lama kelamaan, saya bersyukur banget dikasih nama Asyifa. Ternyata nama
Asyifa bukan sekedar terinspirasi dari nama anak seorang Ustadzh aja. Lebih
dari itu arti dari Asyifa itu. Asyifa memang penawar atau penyembuh yang
berasal dari bahasa arab. Tapi, arti Asyifa lebih dari itu, Kalau tidak salah, kata Syifa disebut sebanyak 4 kali dalam Al Qur’an, yaitu dalam
surat: Yunus/10:57, An Nahl/16:69, Al Isra/17: 82, dan Fushshilat/41: 44. Berikut
ini ayat-ayat yang mengunakan kata syifa:
Hai manusia,
sesunguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhan-mu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit
(yang ada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang beriman
(Yunus/10:57).
Dan Kami turunkan dalam Al Qur’an ayat-ayat yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Qur’an tidak menambah bagi orang-orang yang dzalim selain kerugian (Al Isra’/17:82).
“Kemudian makanlah dari tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan” (An Nahl/16:69).
“… Dan apabila aku sakit, Dialah (Allah) Yang menyembuhkan aku, dan Yang mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali)…”(Asy Syuara/26:80-81).
Dan,
kalau melihat sejarah islam, ternyata ada tokoh islam bernama Asy-Syifa’ binti Al-Harits yang terkenal
sebagai wanita cerdas guru dalam membaca dan menulis serta ahli ruqyah
(pengobatan) sebelum datangnya Islam. Singkat cerita tentang Asy-Syifa’ binti
Al-Harits ini akan saya kutip dari blog http://ahlulhadist.wordpress.com/2007/10/13/fathimah-binti-al-khaththab-wafath/
Nama lengkapnya adalah
asy-Syifa’ binti Abdullah bin Abdi Syams bin Khalaf bin Sadad bin Abdullah bin
Qirath bin Razah bin Adi bin Ka’ab al-Qurasyiyyah al-Adawiyah. Asy-Syifa’ ra
masuk Islam sebelum hijrahnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam dan beliau
termasuk muhajirin angkatan pertama dan termasuk wanita yang berba’iat kepada
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. Beliaulah yang disebutkan dalam firman
Allah Subhanahu wa ta’ala:
“Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia bahwa mereka tidak akan mempersekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Mumtahanah: 12)
Asy-Syifa’ termasuk wanita yang cerdas dan utama, beliau seorang ulama di antara ulama dalam Islam dan tanah yang subur bagi ilmu dan iman. Asy-Syifa’ ra menikah dengan Abu Hatsmah bin Hudzaifah bin Adi dan Allah mengaruniakan seorang anak kepada beliau yang bernama Sulaiman bin Abi Hatsmah. Asy-Syifa’ dikenal sebagai guru dalam membaca dan menulis sebelum datangnya Islam, sehingga tatkala beliau masuk Islam beliau tetap memberikan pengajaran kepada wanita-wanita muslimah dengan mengharapkan ganjaran dan pahala. Oleh karena itulah, beliau disebut sebagai ‘guru wanita pertama dalam Islam’. Di antara wanita yang dididik oleh asy-Syifa’ adalah Hafshah binti Umar bin Khatthab ra istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam.
Telah diriwayatkan dalam sebuah hadis bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam meminta kepada asy-Syifa’ untuk mengajarkan kepada Hafshah tentang menulis dan sebagian Ruqyah (pengobatan dengan doa-doa). Asy-Syifa’ berkata, “Suatu ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam masuk sedangkan saya berada di samping Hafshah, beliau bersabda: ‘Mengapa tidak engkau ajarkan kepadanya ruqyah sebagaimana engkau ajarkan kepadanya menulis’.” (HR Abu Daud). Sebagaimana telah dimaklumi bahwa asy-Syifa’ adalah ahli ruqyah di masa Jahiliyah, maka tatkala beliau masuk Islam dan berhijrah beliau berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam, “Aku adalah ahli ruqyah di masa Jahliliyah dan aku ingin memperlihatkannya kepada Anda.” Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Perlihatkanlah kepadaku.” Asy-Syifa’ berkata, “Maka, aku perlihatkan cara meruqyah kepada beliau yakni meruqyah penyakit bisul.” Kemudian, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Meruqyalah dengan cara tersebut dan ajarkanlah hal itu kepada Hafshah.” Di antara yang termasuk ruqyah adalah do’a: Ya Allah Tuhan manusia, Yang Maha menghilangkan penyakit, sembuhkanlah, karena Engkau Maha Penyembuh, tiada yang dapat menyembuhkan selain Engkau, sembuh yang tidak terjangkiti penyakit lagi.” (HR Abu Daud).
Inilah, asy-Syifa’ telah mendapatkan bimbingan yangn banyak dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. Sungguh asy-Syifa’ sangat mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam sebagaimana kaum mukminin dan mukminat yang lain, beliau belajar dari hadis-hadis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam yang banyak tentang urusan dien (agama) dan dunia. Beliau juga turut menyebarkan Islam dan memberikan nasihat kepada umat dan tidak kenal lelah untuk menjelaskan kesalahan-kesalahan. Di antara yang meriwayatkan hadis dari beliau adalah putranya yaitu Sulaiman dan cucu-cucunya, hamba sahayanya yaitu Ishak dan Hafshah Ummul Mukminin serta yang lain-lain.Umar bin Khatthab sangat mendahulukan pendapat beliau, menjaganya dan mengutamakannya dan terkadang beliau mempercayakan kepadanya dalam urusan pasar.
Begitu
pula sebaliknya, asy-syifa’ juga menghormarti Umar, beliau memandangnya sebagai
seorang muslim yang shadiq (jujur), memiliki suri teladan yang baik dan
memperbaiki, bertakwa dan berbuat adil. Suatu ketika asy-Syifa’ melihat ada
rombongan pemuda yang sedang berjalan lamban dan berbicara dengan suara lirih,
beliau bertanya, “Apa ini?” Mereka menjawab, “Itu adalah ahli ibadah.” Beliau
berkata: “Demi Allah, Umar adalah orang yang apabila berbicara suaranya
terdengar jelas, bila berjalan melangkah dengan cepat, dan bila memukul
mematikan.”
Asy-Syifa’
menjalani sisa-sisa hidupnya setelah wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wassalam dengan menghormati dan menghargai pemerintahan Islam hingga beliau
wafat pada tahun 20 Hijriyah.
3 comments:
Masyaallah makasih ceritanya kak🙏💙
Masya allah 😊
Masya allah,.. Baru baca kisah ini..jazkillah khair
Post a Comment