Jika ditanya oleh teman saya,
tempat di Indonesia yang paling ingin saya kunjungi, maka jawaban saya adalah
“Lembah Baliem”. Entah apa alasannya yang jelas saya memang telah “mengagumi
Papua”. Meskipun telah mengunjungi Papua beberapa kali, tetapi rasanya belum
afdol kalau belum sampai ke daerah Pegunungan Tengah (re: Wamena dan
sakitarnya). Mungkin yang menginspirasi
saya untuk berkunjung kesana karena beberapa buku tentang Papua yang saya
miliki. Saya sendiri pun hanya bisa bercerita tentang Lembah Baliem ini dari
beberapa literatur yang saya miliki. Barikut ceritanya:
Lembah Baliem ditemukan secara tidak sengaja ketika
Richard Archbold Ketua Tim Ekspedisi yang disponsori oleh American Museum of
Natural History melihat lembah hijau luas dari kaca jendela pesawat pada
tanggal 23 Juni 1938. Penglihatan tidak sengaja ini adalah awal dari terbukanya
isolasi Lembah Baliem dari dunia luar. Tim Ekspedisi yang sama di bawah pimpinan
Kapten Teerink dan Letnan Van Areken mendarat di Danau Habema. Dari sana mereka
berjalan menuju arah Lembah Baliem melalui Lembah Ebele dan mereka mendirikan
basecamp di Lembah Baliem.
Pada tanggal 20 April 1954, seorang misionaris Amerika,
Dr. Bromley yang pernah hidup dan tinggal di Tangma, Kurima, datang ke Lembah Baliem
dengan tugas utama memperkenalkan agama Kristen pada suku Dani di Baliem,
Stasiun misionaris pertama didirikan di Hitigima. Selama tujuh bulan mereka
mendirikan landasan pesawat udara pertama. Beberapa waktu kemudian misionaris
menemukan sebuah area yang ideal untuk dijadikan landasan pen-daratan pesawat
udara. Pada tahun 1958, di daerah sekitar landasan, tepatnya berbatasan dengan
daerah Suku Mukoko, pemerintah Belanda mendirikan pos pemerintahannya. Kemudian
baru pada tahun 1961, eksplorasi ilmiah yang lengkap dilakukan oleh sebuah tim
dari Amerika. Salah seorang anggotanya adalah antropolog Karl G. Heider, yang
kemudian menjadi terkenal oleh bukunya yang berjudul The Dugum Dani yang
mengungkapkan banyak hal mengenai adat istiadat suku Dani yang selama itu masih
tersembunyi. Dari ekspedisi Heider pula tercipta buku bergambar Gardens of War
dan bersama Robert Gardner, mereka membuat film berjudul Dead Birds.
Nah dari artikel itulah kemudian
saya membayangkan dan bercit-cita ingin ke Lembah Baliem. Secara administrasi, Lembah
Baliem berada di Wamena yang merupakan salah satu daerah yang berada di
hamparan Lembah Baliem, suatu lembah aluvial yang terbentang pada areal di
ketinggian 1500 - 2000 m di atas permukaan laut. Lembah Baliem dikelilingi oleh
Pegunungan yang terkenal karena puncak-puncak salju abadi antara lain: Puncak
Trikora, Puncak Yamin dan Puncak Mandala. Pegunungan ini amat menarik
wisatawan dan peneliti ilmu pengetahuan alam karena puncaknya ini yang selalu
ditutupi salju walaupun berada di kawasan tropis. Lereng pegunungan yang terjal
dan lembah sungai yang sempit dan curam menjadi ciri khas pegunungan ini.
Saat ini, Wamena merupakan ibukota kabupaten
yang termahal di Indonesia. Kota ini berada di tengah-tengah daerah Papua yang
belum mempunyai jalan darat untuk hubungan keluar daerah dan tidak mempunyai
perbatasan dengan laut. Transportasi ke dan dari Wamena praktis hanya
tergantung dari angkutan udara yang memerlukan biaya yang mahal. Walaupun
demikian Kota Wamena dan sekitarnya ramai karena adanya arus migrasi lokal
dari daerah pinggiran kota dan pendatang dari luar daerah. Sejak tahun 1971,
sejak diperkenalkan ekonomi pasar, penduduk pinggiran kota dan pendatang dari
Makasar, Bugis, Toraja dan Jawa datang meramaikan pasar.
Lalu, apa yang membuat saya
tertarik untuk mengunjungi tempat ini, berikut jawabannya:
- Suku Dani
- Upacara dan Ritus Sepanjang Daur Hidup
- Potong Jari sebagai tanda duka
- Sistem Perang
Insya Allah (^-^)