Pada era pasca krisis ini, reformasi lembaga pemerintah
pusat maupun daerah di negara berkembang khususnya di negara Indonesia mulai
mengalami tantangan yang cukup berat. Di satu sisi pemerintah sebagai
penyelenggara negara dituntut untuk melakukan perubahan internal yang lebih
adaptif terhadap kebutuhan globalisasi dengan tetap mengedepankan aspek
akuntabilitas, transparansi, dan profesionalisme. Namun di sisi lain,
pemerintah masih mengalami permasalahan keterbatasan dalam mengelola sumber
daya yang tersedia. Apalagi jika melihat pertumbuhan penduduk di Indonesia yang
tinggi yang akan menjadi beban bagi sumber daya keuangan, administrasi dan
manajemen.
Dari kerangka inilah yang kemudian membuat salah satu
implementasi pembangunan di Indonesia mulai mengarah kepada bentuk kemitraan
atau kerjasama antara pemerintah dengan pihak swasta. Walaupun banyak yang
berpandangan negatif tentang kemitraan ini, sebagai contohnya dengan adanya
kemitraan dengan pihak swasta hasilnya bisa lebih mahal dari pemerintah, karena
orientasi profit dari swasta yang dapat membuat terjadinya monopoli biaya.
Selain itu juga adanya kecendrungan pihak swasta yang berorientasi meminimalkan
tenaga kerja sebagai faktor produksi sehingga mudah terjadi PHK yang akan
berdampak pada banyaknya pengangguran dan sebagainya. Akan tetapi, terdapat
juga pertimbangan atau alasan-alasan perlunya memperkuat kemitraan atau
kerjasama pemerintah dengan pihak swasta, paling tidak dapat dilihat dari 3
dimensi yaitu :
- Alasan politik, yaitu untuk menciptakan pemerintahan yang demokratis serta mendorong perwujudan good governance dan good society.
- Alasan administratif, yaitu karena adanya keterbatasan sumber daya pemerintah, baik dalam hal anggaran, SDM, asset, maupun kemampuan manajemen
- Alasan ekonomis, yaitu untuk mengurangi kesenjangan atau ketimpangan, memacu pertumbuhan dan produktivitas, meningkatkan kualitas dan kontinuitas serta mengurangi resiko.
Beberapa pertimbangan tersebutlah yang kemudian membuat
pemerintah memberikan kepercayaan kepada pihak swasta agar dapat terlibat dalam
proses pembangunan. Kepercayaan yang diberikan pemerintah ini dengan melakukan
suatu perjanjian kerjasama atau kontrak antara pemerintah dengan pihak swasta,
dimana:
- Pihak swasta melaksanakan sebagian fungsi pemerintah selama waktu tertentu,
- Pihak swasta menerima kompensasi atas pelaksanaan fungsi tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung,
- Pihak swasta bertanggungjawab atas resiko yang timbul akibat pelaksanaan fungsi tersebut,
- Fasilitas pemerintah, lahan atau aset lainnya dapat diserahkan atau digunakan oleh pihak swasta selama masa kontrak.
Kemitraan seperti inilah yang sering disebut dengan Public-Private Partnership (PPP). PPP merupakan kemitraan
Pemerintah – Swasta yang melibatkan investasi yang besar/padat modal dimana
sektor swasta membiayai, membangun, dan mengelola prasarana dan sarana,
sedangkan pemerintah sebagai mitra yang menangani pengaturan pelayanan, dalam
hal ini tetap sebagai pemilik asset dan pengendali pelaksanaan kerjasama.
Sebagai contoh pertama misalnya kegiatan ekplorasi dan
ekploitasi minyak dan gas bumi di Indonesia yang dilakukan oleh para kontraktor
berdasarkan suatu Kontrak Kerja Sama dengan pemerintah. Kontrak Kerja Sama
(KKS) antara pemerintah dengan kontraktor dalam hal ini yaitu PT Chevron
Pasific Indonesia adalah kerjasama atau kontrak bagi hasil atau bentuk kontrak
kerja sama lain dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang lebih
menguntungkan negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat. PT Chevron Pasific Indonesia (PT CPI) yang merupakan perusahaan yang
bergerak dalam bidang kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi adalah kegiatan
usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha eksplorasi dan
eksploitasi minyak bumi dan gas bumi.
Perusahaan ini diberikan hak oleh pemerintah untuk
melakukan kegiatan ekspolarasi dan eksploitasi pada suatu wilayah kerja. Dalam
PPP ini terlihat beberapa pelaku yang memiliki peran serta tugas yang
berbeda-beda. Pertama adalah PT CPI sebagai mitra swasta bertanggung jawab
terhadap kegiatan yang dilakukan, dan juga berhak dalam mengelola minyak bumi
dan gas bumi dengan segala pembiayaan, pelaksanaan konstruksi, dan pengoprasian
dalam penyelenggaraan yang ditanggung sendiri oleh PT CPI. Kedua, pemerintah
dalam hal ini adalah BPMIGAS sebagai pihak yang menguasai sumberdaya alam
bertugas dalam menetapkan regulasi serta melakukan pengawasan terhadap kegiatan
usaha hulu agar pengambilan sumber daya alam minyak dan gas bumi milik negara
dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Beberapa alasan yang membuat pemerintah melakukan kemitraan
dengan PT CPI karena pemerintah Indonesia belum memiliki kemampuan teknologi
yang baik dalam hal alat maupun SDM yang professional untuk dapat mengolah
sumberdaya alam yang dimiliki. Padahal permintaan masyarakat akan barang ini
terus menerus meningkat. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia menggandeng
perusahaan swasta untuk dapat bekerjasama dengan tujuan memberikan pemenuhan
bagi rakyat Indonesia.
Di dalam kerjasama dengan PT CPI ini, bentuk kemitraan atau
kerjasama yang dilakukan adalah kontrak bagi hasil atau Production Sharing Contract yang memiliki beberapa prinsip yaitu:
manajemen ditangan pemerintah, pihak swasta menyediakan semua dana,
teknologi, dan keahlian serta menanggung semua resiko financial, serta besarnya
bagi hasil ditentukan atas dasar tingkat produksi minyak dan atau gas bumi.
Dari kemitraan yang dijalankan oleh pemerintah dengan PT CPI tentu ada beberapa
keuntungan dari kemitraan antar pelaku dalam manajemen pembangunan. Keuntungan
bagi PT CPI tentu saja profit yang dihasilkan dari kegiatan ekploitasi minyak
bumi dan gas bumi. PT CPI memiliki keuntungan yang sangat besar dari kegiatan
produksi minyak bumi ini mengingat kebutuhan minyak dunia akan terus meningkat
yang tentu saja harga minyak pun menjadi mahal. Sedangkan bagi pemerintah Indonesia,
kerjasama dengan pihak swasta dalam mengelola sumber daya alam memiliki
keuntungan dan kerugian. Keuntungan bagi pemerintah Indonesia yaitu mendapatkan
keuntungan dari kegiatan produksi minyak bumi dan gas bumi dalam bentuk pajak
dan bagi hasil, serta pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap minyak bumi dan
gas alam dapat terpenuhi karena ada yang mengelolanya. Sedangkan kerugian yang
akan mungkin dapat terjadi apabila regulasi dan pengawasan pemerintah dalam hal
eksplorasi dan eksploitasi menjadi lemah. Misalnya terjadinya degradasi
lingkungan yang akan menjadi ancaman bagi masyarakat Indonesia, pihak swasta
mulai tidak mengedepankan aspek akuntabilitas, transparansi, dan
profesionalisme sehingga keuntungan yang diperoleh negara menjadi rendah. Akan
tetapi, untuk menghindari kemungkinan terburuk akibat kemitraan antara pelaku
pembangunan tersebut, pemerintah memberlakukan suatu aturan yang menyatakan
bahwa perusahaan swata dalam mengembangkan usahanya perlu melibatkan peran
serta masyarakat setempat dalam bentuk pengembangan atau pemberdayaan
masyarakat baik dalam aspek sosial maupun ekonomi yang bertujuan agar
masyarakat sekitar kegiatan usaha mampu menikmati manfaat dari kegitan
perusahaan yang dilakukan selain itu juga agar masyarakat bisa menjadi tokoh
kunci dari pembangunan yang dilakukan antara pemerintah dan pihak swasta.
Contoh kegiatan yang telah PT CPI lakukan dalam hal pengembangan masyarakat
setempat adalah dengan pembuatan Energy
Corner yang merupakan
fasilitas dan sistem perpustakaan bidang energi berbasis teknologi informasi.
Sistem ini dibangun oleh CPI di Perpustakaan Soeman HS Pekanbaru. Pembangunan Energy Corner merupakan bentuk komitmen dan peran
serta CPI dalam membantu usaha pemerintah mencerdaskan masyarakat di bidang
pendidikan. Jadi, pada contoh kasus disini terlihat bahwa kemitraan antar
pelaku pembangunan memiliki peran yang berbeda-beda.
Contoh kedua dari kemitraan misalnya pada sektor
infrastruktur. Secara idealnya, seluruh infrastruktur ekonomi seharusnya
dibangun oleh negara, rakyat tidak dibebankan biaya pemakaian. Tetapi kemudian
menjadi dilematis lagi yaitu antara kebutuhan pembangunan infrastruktur untuk
percepatan pembangunan ekonomi dan keterbatasan APBN dan APBD, untuk membiayai
pembangunan infrastruktur tersebut. Dalam mengatasi dilema inilah kehadiran
swasta diperlukan melalui pola Public-Private
Partnership yang
seharusnya dimotivasi melalui berbagai insentif, seperti tax holiday, tarif yang layak,
dan sebagainya. Disamping itu, yang sangat mempunyai arti strategis adalah
selayaknya pemerintah memberikan kepastian hukum dan keamanan bagi peran
swasta. Agar konsep privatisasi manajemen proyek infrastruktur bisa berjalan,
maka harus berlaku prinsip cost-recovery,
yaitu investasi yang ditanamkan bisa kembali (pay back). Hal ini harus
disosialisasikan dan idealnya menjadi kesepakatan segenap stakeholders. Sebagai contoh
kerjasama dalam hal infrastruktur adalah kerjasama pemerintah Provinsi Jawa
Timur dengan pihak swata untuk membangun beberapa ruas jalan tol di Jawa Timur
yang perlu segera di realisasikan karena semakin padatnya arus lalu lintas di
jalan-jalan arteri di sejumlah daerah di Provinsi tersebut. Pemprov Jatim
mengakui ketidakmampuannya dalam mendanai infrastruktur jalan tol karena APBD
yang dimilikinya sangat terbatas. Pembangunan beberapa ruas jalan tol di
Provinsi Jatim ini merupakan proyek prioritas yang harus segera direalisasikan
seperti misalnya Jembatan (tol) Surabaya-Madura (Suramadu) yang baru saja
dilaksanakan. Pembangunan jembatan (tol) suramadu merupakan salah satu bagian
dari pembangunan kawasan industri, perumahan dan sektor lainnya dalam wilayah
kedua sisi ujung jembatan. Jembatan yang menghubungkan antara Surabaya-Madura
ini, menelan dana sekitar Rp 4,5 triliun dengan panjang 5,4 kilometer.
Pendanaan untuk proyek jembatan terpanjang di Indonesia dilaksanakan dengan
bantuan pemerintah Republik Rakyat China (RRC), yang menyediakan dana senilai
US$ 280 juta, melalui Bank Ekspor Impor China. Pemerintah Indonesia menyediakan
dana pendamping 10% dari total biaya. Para kontraktor China itu (China Bridge,
dengan konsultan asal indonesia PT Manggala Purnama Sakti) membangun
jembatan utama sepanjang 818 meter, dan jembatan penyambung ke jembatan utama
sepanjang 1.344 meter, total 2.162 meter. Dengan pembangunan jembatan (tol) ini
di harapkan arus transportasi dapat lebih cepat dan efektif dan akan membuat
perkembangan Madura segera melejit, bersaing dengan daerah-daerah lain. Proyek
ini juga kelak diharapkan dapat mengukir sejarah baru dalam perkembangan
transportasi di Indonesia karena untuk pertama kalinya dibangun jembatan yang
menghubungkan antar dua pulau, sekaligus menjadi jembatan terpanjang di
Indonesia.
Proyek jembatan (tol) Suramadu ini merupakan salah satu
bentuk PPP antara Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan dengan pihak swasta (PT
Manggala Purnama Sakti). Bentuk kerjasama antara pelaku manajemen ini adalah
adalah bentuk BOT (Build Operate and Transfer). Bentuk ini merupakan
proyek kemitraan pemerintah swasta dimana proyek dibiayai dan dibangun oleh
swasta, setelah selesai di operasikan serta dirawat oleh swasta, setelah masa
konsesi selesai diserahkan kepada pemerintah. Dari bentuk kerjasama antara
Pemprov Jatim dengan pihak swasta (PT Manggala Purnama Sakti). ini dapat
dilihat bahwa PT Manggala Purnama Sakti akan bertindak sebagai fasilitator
dalam melakukan evaluasi biaya investasi dan penyelenggaraan jalan tol untuk
Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Timur sedangkan pemerintah Provinsi Jawa Timur
yang bertanggungjawab dalam hal pembangunan. Adapun beberapa keuntungan antar
pelaku PPP. Pertama, bagi Pemprov Jatim adalah dapat merealisasikan pembangunan
jalan yang merupakan proyek prioritas dimana modal investasi merupakan porsi
utama dari pihak swasta dengan pelaksanaan pembangunan dan pengoperasian tetap
mengikuti peraturan dan pedoman pemerintah selain itu juga dapat memperbaiki pengelolaan
sumber daya alam dan sarana pelayanan, serta mengembangkan layanan bagi
masyarakaat. Kedua, keuntungan bagi PT Manggala Purnama Sakti adalah profit
yang diperoleh PT Manggala Purnama Sakti karena pengoperasian jalan tol ini
dikenakan tarif bagi penggunanya dan pendapatan yang diterima masuk ke pihak
swasta. Tarif penyeberangan tol di lintasan Jembatan Suramadu ditetapkan
pemerintah sebesar Rp 30.000 per kendaraan, untuk jenis kendaraan roda empat
golongan 1. Sedangkan untuk kendaraan roda dua, dikenakan Rp 3.000 per
kendaraan. Tarif tersebut mulai berlaku sekitar sebulan setelah masa uji coba
dilakukan. Selama 18 bulan ke depan, pengelolaan tol suramadu akan dikelola PT
Jasa Marga (Persero). Apabila masa kontrak pengelolaan tol Suramadu oleh PT Manggala
Purnama Sakti telah habis maka PT Manggala Purnama Sakti menyerahkan
kepemilikan dari fasilitas yang ada kepada Pemprov Jatim serta telah menjadi
milik pemerintah.
Dari dua bentuk kemitraan antar pemerintah dengan pihak
swasta diatas dapat diketahui bahwa prinsip dasar kemitraan antara pemerintah
dengan pihak swasta adalah untuk menciptakan pemerintahan yang demokratis serta
mendorong perwujudan good
governance, untuk mengurangi
kesenjangan atau ketimpangan, memacu pertumbuhan dan produktivitas,
meningkatkan kualitas dan kontinuitas serta mengurangi resiko dalam proses
pembangunan. Good governance adalah suatu bentuk manajemen
pembangunan yang menempatkan peran pemerintah sentral. Pemerintah menjadi agent of change dari suatu masyarakat dalam negara
berkembang. Pemerintah mendorong melalui kebijaksanaan-kebijaksanaan dan
program-program, proyek-proyek, bahkan industri-industri, dan peran perencanaan
dan budget. Dengan perencanaan dan budget juga menstimulasi investasi sektor
swasta. Dalam good governance tidak lagi pemerintah, tetapi juga
masyarakat dan terutama sektor usaha/swasta yang berperan dalam governace. Ini juga karena
perubahan paradigma pembangunan dengan peninjauan ulang peran pemerintah dalam
pembangunan, yang semula bertindak sebagai regulator dan pelaku pasar menjadi
pelaku dalam menciptakan bagaimana iklim yang konduktif dan melakukan investasi
prasarana yang mendukung dunia usaha. Sudah barang tentu ini bisa dilakukan
apabila masyarakat dan sektor swasta sendiri sudah semakin mampu atau berdaya.
Sehingga bila melihat penjelasan tentang kemitraan dalam
pelaku pembangunan serta contoh kasus yang ada di Indonesia maka pada dasarnya
bentuk kemitraan yang sekarang ini merupakan salah satu bentuk implementasi
pemerintah dalam menerapkan good
governance. Pada dasarnya pengembangan good
governance paralel dengan
berkembangnya kearah masyarakat madani. Dalam good
governance terjadi interaksi
atau hubungan kerja pemerintah dengan citizen dan sektor swasta, dan ini bisa
berjalan baik kalau berjalan demokrasi dan mekanisme pasar sebagai sistem yang
melandasi partisipasi/koordinasi/kerjasama itu. Keselarasan kerja berdasar
kesetaraan (mungkin tetap pemerintah yang mempunyai legitimasi lebih). Seperti
telah diuraikan diatas, good
governance dalam literatur
lebih dikaitkan dengan partnership
governance pembangunan/pertumbuhan.
Paradigma baru government sebagai enabler
rather provider. Governance yang mengusahakan untuk
meningkatkan/memudahkan/memungkinkan (fasilitasi) agar citizen dan private sector
berpartisipasi aktif dalam pembangunan. Badan-badan Pembiayaan Internasional
seperti The Wiorld Bank dan badan-badan pembiayaan internasional lain (IMF)
mengajukan penggunaan konsep ini untuk memperbaiki manajemen pembangunan di
negara-negara penerima bantuan termasuk Indonesia. Jadi suatu ekonomi negara
tertentu yang dalam kesulitan, perlu perbaikkan dalam kepemerintahan lalu
diajukanlah konsep good
governance ini. Bagaimana
memajukan good governance salah satunya adalah dengan menjalin
kerjasama global bagi kesejahteraan. Yang dimana hal tersebut merupakan salah
satu tujuan MDGs di Indonesia. Tujuan Pembangunan Milenium (“Millennium
Development Goals”, atau MDGs) mengandung delapan tujuan sebagai respon atas
permasalahan perkembangan global, yang kesemuanya harus tercapai pada tahun
2015. Tujuan Pembangunan Milenium adalah hasil dari aksi yang terkandung
dalam Deklarasi Milenium yang diadopsi oleh 189 negara dan ditandatangi oleh
147 kepala Negara dan pemerintahan pada UN
Millennium Summit yang
diadakan di bulan September tahun 2000. Tujuan menjalin kerjsama global ini
berisikan aksi yang harus dilakukan oleh Negara maju kepada negara berkembang
untuk mencapai MDG yang lain. Konsensus Monterrey – yang merupakan hasil dari
Konferensi Internasional tentang Pembiayaan untuk Pembangunan tahun 2002 –
dipandang sebagai kunci dari tujuan tersebut. Konsensus tersebut berintikan
kebebasan perdagangan, aliran dana swasta, utang, mobilisasi sumberdaya
domestic dan hibah untuk pembangunan. Program target MDG mewakili komponen
kritis dari sumbangsih UNDP terhadap hasil yang amat penting dan bagian dari
Country Program UNDP untuk periode 2006-2010, yang akan mendukung upaya yang
semakin intensif dan berkesinambungan guna bekerja sama dengan Pemerintah dan
pemegang saham lainnya guna mencapai pemerintahan demokratis yang berpihak pada
rakyat miskin dengan akuntabilitas yang lebih tinggi, kapasitas dan partisipasi
lebih aktif di provinsi termiskin Indonesia sekalipun.
Sehingga kemitraan antar pelaku pembangunan merupakan tujuan
pemerintah Indonesia dalam mewujudkan pembangunan yang bersifat partisipatif,
yang dimana masyarakat, pihak swasta, bahkan NGO turut bekerjasama dengan
pemerintah agar dapat mewujudkan good
governance di Indonesia.
Bahan Bacaan :
I Soesilo, Nining. 2000. Reformasi Pembangunan dan
Langkah-langkah Manajemen Strategik. Jakarta : Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia
Jembatan Suramadu Resmi di Buka SBY dalam www.roda-kemudi.blogspot.com 10 Juni, 2009.
Jembatan Suramadu Terpanjang di Indonesia dalam www.indonesiaku.wordpress.com,
8 April 2009.
Kurdi, Yasin, Much. 2005. Jurnal Pengembangan Kemitraan
Pemerintah dan Swasta dalam Bidang Infrastruktur.
Nimran, Umar. 2002. Perencanaan Pembangunan Daerah dalam
Perspektif Otonomi Daerah. Mataranm : Badan Penerbit Bappeda Provinsi ITB.
Wicaksono, Sarosa. 2009. Buletin Tata Ruang Pembangunan
Perkotaam Berkelanjutan.Jakarta : Penerbit Badan Koordinasi Penataan Ruang
Nasional
Widodo, Tri. 2004. Pengembangan Kerjasama Pemerintah Daerah
dengan Masyarakat dan Swasta dalam Pembangunan Daerah dalam Diklat Manajemen
Pemerintah, Lembang 24 Juni.
No comments:
Post a Comment