Friday, April 1, 2011

Kemitraan Antar Pelaku Manajemen Pembangunan Kota

Pada era pasca krisis ini, reformasi lembaga pemerintah pusat maupun daerah di negara berkembang khususnya di negara Indonesia mulai mengalami tantangan yang cukup berat. Di satu sisi pemerintah sebagai penyelenggara negara dituntut untuk melakukan perubahan internal yang lebih adaptif terhadap kebutuhan globalisasi dengan tetap mengedepankan aspek akuntabilitas, transparansi, dan profesionalisme. Namun di sisi lain, pemerintah masih mengalami permasalahan keterbatasan dalam mengelola sumber daya yang tersedia. Apalagi jika melihat pertumbuhan penduduk di Indonesia yang tinggi yang akan menjadi beban bagi sumber daya keuangan, administrasi dan manajemen.

Dari kerangka inilah yang kemudian membuat salah satu implementasi pembangunan di Indonesia mulai mengarah kepada bentuk kemitraan atau kerjasama antara pemerintah dengan pihak swasta. Walaupun banyak yang berpandangan negatif tentang kemitraan ini, sebagai contohnya dengan adanya kemitraan dengan pihak swasta hasilnya bisa lebih mahal dari pemerintah, karena orientasi profit dari swasta yang dapat membuat terjadinya monopoli biaya. Selain itu juga adanya kecendrungan pihak swasta yang berorientasi meminimalkan tenaga kerja sebagai faktor produksi sehingga mudah terjadi PHK yang akan berdampak pada banyaknya pengangguran dan sebagainya. Akan tetapi, terdapat juga pertimbangan atau alasan-alasan perlunya memperkuat kemitraan atau kerjasama pemerintah dengan pihak swasta, paling tidak dapat dilihat dari 3 dimensi yaitu :
  1. Alasan politik, yaitu untuk menciptakan pemerintahan yang demokratis serta mendorong perwujudan good governance dan good society.
  2. Alasan administratif, yaitu karena adanya keterbatasan sumber daya pemerintah, baik dalam hal anggaran, SDM, asset, maupun kemampuan manajemen
  3. Alasan ekonomis, yaitu untuk mengurangi kesenjangan atau ketimpangan, memacu pertumbuhan dan produktivitas, meningkatkan kualitas dan kontinuitas serta mengurangi resiko.
Beberapa pertimbangan tersebutlah yang kemudian membuat pemerintah memberikan kepercayaan kepada pihak swasta agar dapat terlibat dalam proses pembangunan. Kepercayaan yang diberikan pemerintah ini dengan melakukan suatu perjanjian kerjasama atau kontrak antara pemerintah dengan pihak swasta, dimana:
  • Pihak swasta melaksanakan sebagian fungsi pemerintah selama waktu tertentu,
  • Pihak swasta menerima kompensasi atas pelaksanaan fungsi tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung,
  • Pihak swasta bertanggungjawab atas resiko yang timbul akibat pelaksanaan fungsi tersebut,
  • Fasilitas pemerintah, lahan atau aset lainnya dapat diserahkan atau digunakan oleh pihak swasta selama masa kontrak.
Kemitraan seperti inilah yang sering disebut dengan Public-Private Partnership (PPP). PPP merupakan kemitraan Pemerintah – Swasta yang melibatkan investasi yang besar/padat modal dimana sektor swasta membiayai, membangun, dan mengelola prasarana dan sarana, sedangkan pemerintah sebagai mitra yang menangani pengaturan pelayanan, dalam hal ini tetap sebagai pemilik asset dan pengendali pelaksanaan kerjasama.

Sebagai contoh pertama misalnya kegiatan ekplorasi dan ekploitasi minyak dan gas bumi di Indonesia yang dilakukan oleh para kontraktor berdasarkan suatu Kontrak Kerja Sama dengan pemerintah. Kontrak Kerja Sama (KKS) antara pemerintah dengan kontraktor dalam hal ini yaitu PT Chevron Pasific Indonesia adalah kerjasama atau kontrak bagi hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang lebih menguntungkan negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. PT Chevron Pasific Indonesia (PT CPI) yang merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi dan gas bumi.

Perusahaan ini diberikan hak oleh pemerintah untuk melakukan kegiatan ekspolarasi dan eksploitasi pada suatu wilayah kerja. Dalam PPP ini terlihat beberapa pelaku yang memiliki peran serta tugas yang berbeda-beda. Pertama adalah PT CPI sebagai mitra swasta bertanggung jawab terhadap kegiatan yang dilakukan, dan juga berhak dalam mengelola minyak bumi dan gas bumi dengan segala pembiayaan, pelaksanaan konstruksi, dan pengoprasian dalam penyelenggaraan yang ditanggung sendiri oleh PT CPI. Kedua, pemerintah dalam hal ini adalah BPMIGAS sebagai pihak yang menguasai sumberdaya alam bertugas dalam menetapkan regulasi serta melakukan pengawasan terhadap kegiatan usaha hulu agar pengambilan sumber daya alam minyak dan gas bumi milik negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Beberapa alasan yang membuat pemerintah melakukan kemitraan dengan PT CPI karena pemerintah Indonesia belum memiliki kemampuan teknologi yang baik dalam hal alat maupun SDM yang professional untuk dapat mengolah sumberdaya alam yang dimiliki. Padahal permintaan masyarakat akan barang ini terus menerus meningkat. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia menggandeng perusahaan swasta untuk dapat bekerjasama dengan tujuan memberikan pemenuhan bagi rakyat Indonesia.

Di dalam kerjasama dengan PT CPI ini, bentuk kemitraan atau kerjasama yang dilakukan adalah kontrak bagi hasil atau Production Sharing Contract yang memiliki beberapa prinsip yaitu: manajemen ditangan pemerintah,  pihak swasta menyediakan semua dana, teknologi, dan keahlian serta menanggung semua resiko financial, serta besarnya bagi hasil ditentukan atas dasar tingkat produksi minyak dan atau gas bumi. Dari kemitraan yang dijalankan oleh pemerintah dengan PT CPI tentu ada beberapa keuntungan dari kemitraan antar pelaku dalam manajemen pembangunan. Keuntungan bagi PT CPI tentu saja profit yang dihasilkan dari kegiatan ekploitasi minyak bumi dan gas bumi. PT CPI memiliki keuntungan yang sangat besar dari kegiatan produksi minyak bumi ini mengingat kebutuhan minyak dunia akan terus meningkat yang tentu saja harga minyak pun menjadi mahal. Sedangkan bagi pemerintah Indonesia, kerjasama dengan pihak swasta dalam mengelola sumber daya alam memiliki keuntungan dan kerugian. Keuntungan bagi pemerintah Indonesia yaitu mendapatkan keuntungan dari kegiatan produksi minyak bumi dan gas bumi dalam bentuk pajak dan bagi hasil, serta pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap minyak bumi dan gas alam dapat terpenuhi karena ada yang mengelolanya. Sedangkan kerugian yang akan mungkin dapat terjadi apabila regulasi dan pengawasan pemerintah dalam hal eksplorasi dan eksploitasi menjadi lemah. Misalnya terjadinya degradasi lingkungan yang akan menjadi ancaman bagi masyarakat Indonesia, pihak swasta mulai tidak mengedepankan aspek akuntabilitas, transparansi, dan profesionalisme sehingga keuntungan yang diperoleh negara menjadi rendah. Akan tetapi, untuk menghindari kemungkinan terburuk akibat kemitraan antara pelaku pembangunan tersebut, pemerintah memberlakukan suatu aturan yang menyatakan bahwa perusahaan swata dalam mengembangkan usahanya perlu melibatkan peran serta masyarakat setempat dalam bentuk pengembangan atau pemberdayaan masyarakat baik dalam aspek sosial maupun ekonomi yang bertujuan agar masyarakat sekitar kegiatan usaha mampu menikmati manfaat dari kegitan perusahaan yang dilakukan selain itu juga agar masyarakat bisa menjadi tokoh kunci dari pembangunan yang dilakukan antara pemerintah dan pihak swasta. Contoh kegiatan yang telah PT CPI lakukan dalam hal pengembangan masyarakat setempat adalah dengan pembuatan Energy Corner yang merupakan fasilitas dan sistem perpustakaan bidang energi berbasis teknologi informasi. Sistem ini dibangun oleh CPI di Perpustakaan Soeman HS Pekanbaru. Pembangunan Energy Corner merupakan bentuk komitmen dan peran serta CPI dalam membantu usaha pemerintah mencerdaskan masyarakat di bidang pendidikan. Jadi, pada contoh kasus disini terlihat bahwa kemitraan antar pelaku pembangunan memiliki peran yang berbeda-beda.

Contoh kedua dari kemitraan misalnya pada sektor infrastruktur. Secara idealnya, seluruh infrastruktur ekonomi seharusnya dibangun oleh negara, rakyat tidak dibebankan biaya pemakaian. Tetapi kemudian menjadi dilematis lagi yaitu antara kebutuhan pembangunan infrastruktur untuk percepatan pembangunan ekonomi dan keterbatasan APBN dan APBD, untuk membiayai pembangunan infrastruktur tersebut. Dalam mengatasi dilema inilah kehadiran swasta diperlukan melalui pola Public-Private Partnership yang seharusnya dimotivasi melalui berbagai insentif, seperti tax holiday, tarif yang layak, dan sebagainya. Disamping itu, yang sangat mempunyai arti strategis adalah selayaknya pemerintah memberikan kepastian hukum dan keamanan bagi peran swasta. Agar konsep privatisasi manajemen proyek infrastruktur bisa berjalan, maka harus berlaku prinsip cost-recovery, yaitu investasi yang ditanamkan bisa kembali (pay back). Hal ini harus disosialisasikan dan idealnya menjadi kesepakatan segenap stakeholders. Sebagai contoh kerjasama dalam hal infrastruktur adalah kerjasama pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan pihak swata untuk membangun beberapa ruas jalan tol di Jawa Timur yang perlu segera di realisasikan karena semakin padatnya arus lalu lintas di jalan-jalan arteri di sejumlah daerah di Provinsi tersebut. Pemprov Jatim mengakui ketidakmampuannya dalam mendanai infrastruktur jalan tol karena APBD yang dimilikinya sangat terbatas. Pembangunan beberapa ruas jalan tol di Provinsi Jatim ini merupakan proyek prioritas yang harus segera direalisasikan seperti misalnya Jembatan (tol) Surabaya-Madura (Suramadu) yang baru saja dilaksanakan. Pembangunan jembatan (tol) suramadu merupakan salah satu bagian dari pembangunan kawasan industri, perumahan dan sektor lainnya dalam wilayah kedua sisi ujung jembatan. Jembatan yang menghubungkan antara Surabaya-Madura ini, menelan dana sekitar Rp 4,5 triliun dengan panjang 5,4 kilometer. Pendanaan untuk proyek jembatan terpanjang di Indonesia dilaksanakan dengan bantuan pemerintah Republik Rakyat China (RRC), yang menyediakan dana senilai US$ 280 juta, melalui Bank Ekspor Impor China. Pemerintah Indonesia menyediakan dana pendamping 10% dari total biaya. Para kontraktor China itu (China Bridge, dengan konsultan  asal indonesia PT Manggala Purnama Sakti) membangun jembatan utama sepanjang 818 meter, dan jembatan penyambung ke jembatan utama sepanjang 1.344 meter, total 2.162 meter. Dengan pembangunan jembatan (tol) ini di harapkan arus transportasi dapat lebih cepat dan efektif dan akan membuat perkembangan Madura segera melejit, bersaing dengan daerah-daerah lain. Proyek ini juga kelak diharapkan dapat mengukir sejarah baru dalam perkembangan transportasi di Indonesia karena untuk pertama kalinya dibangun jembatan yang menghubungkan antar dua pulau, sekaligus menjadi jembatan terpanjang di Indonesia.

Proyek jembatan (tol) Suramadu ini merupakan salah satu bentuk PPP antara Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan dengan pihak swasta (PT Manggala Purnama Sakti). Bentuk kerjasama antara pelaku manajemen ini adalah adalah bentuk BOT (Build Operate and Transfer). Bentuk ini merupakan proyek kemitraan pemerintah swasta dimana proyek dibiayai dan dibangun oleh swasta, setelah selesai di operasikan serta dirawat oleh swasta, setelah masa konsesi selesai diserahkan kepada pemerintah. Dari bentuk kerjasama antara Pemprov Jatim dengan pihak swasta (PT Manggala Purnama Sakti). ini dapat dilihat bahwa PT Manggala Purnama Sakti akan bertindak sebagai fasilitator dalam melakukan evaluasi biaya investasi dan penyelenggaraan jalan tol untuk Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Timur sedangkan pemerintah Provinsi Jawa Timur yang bertanggungjawab dalam hal pembangunan. Adapun beberapa keuntungan antar pelaku PPP. Pertama, bagi Pemprov Jatim adalah dapat merealisasikan pembangunan jalan yang merupakan proyek prioritas dimana modal investasi merupakan porsi utama dari pihak swasta dengan pelaksanaan pembangunan dan pengoperasian tetap mengikuti peraturan dan pedoman pemerintah selain itu juga dapat memperbaiki pengelolaan sumber daya alam dan sarana pelayanan, serta mengembangkan layanan bagi masyarakaat. Kedua, keuntungan bagi PT Manggala Purnama Sakti adalah profit yang diperoleh PT Manggala Purnama Sakti karena pengoperasian jalan tol ini dikenakan tarif bagi penggunanya dan pendapatan yang diterima masuk ke pihak swasta. Tarif penyeberangan tol di lintasan Jembatan Suramadu ditetapkan pemerintah sebesar Rp 30.000 per kendaraan, untuk jenis kendaraan roda empat golongan 1. Sedangkan untuk kendaraan roda dua, dikenakan Rp 3.000 per kendaraan. Tarif tersebut mulai berlaku sekitar sebulan setelah masa uji coba dilakukan. Selama 18 bulan ke depan, pengelolaan tol suramadu akan dikelola PT Jasa Marga (Persero). Apabila masa kontrak pengelolaan tol Suramadu oleh PT Manggala Purnama Sakti telah habis maka PT Manggala Purnama Sakti menyerahkan kepemilikan dari fasilitas yang ada kepada Pemprov Jatim serta telah menjadi milik pemerintah.

Dari dua bentuk kemitraan antar pemerintah dengan pihak swasta diatas dapat diketahui bahwa prinsip dasar kemitraan antara pemerintah dengan pihak swasta adalah untuk menciptakan pemerintahan yang demokratis serta mendorong perwujudan good governance, untuk mengurangi kesenjangan atau ketimpangan, memacu pertumbuhan dan produktivitas, meningkatkan kualitas dan kontinuitas serta mengurangi resiko dalam proses pembangunan. Good governance adalah suatu bentuk manajemen pembangunan yang menempatkan peran pemerintah sentral. Pemerintah menjadi agent of change dari suatu masyarakat dalam negara berkembang. Pemerintah mendorong melalui kebijaksanaan-kebijaksanaan dan program-program, proyek-proyek, bahkan industri-industri, dan peran perencanaan dan budget. Dengan perencanaan dan budget juga menstimulasi investasi sektor swasta. Dalam good governance tidak lagi pemerintah, tetapi juga masyarakat dan terutama sektor usaha/swasta yang berperan dalam governace. Ini juga karena perubahan paradigma pembangunan dengan peninjauan ulang peran pemerintah dalam pembangunan, yang semula bertindak sebagai regulator dan pelaku pasar menjadi pelaku dalam menciptakan bagaimana iklim yang konduktif dan melakukan investasi prasarana yang mendukung dunia usaha. Sudah barang tentu ini bisa dilakukan apabila masyarakat dan sektor swasta sendiri sudah semakin mampu atau berdaya.

Sehingga bila melihat penjelasan tentang kemitraan dalam pelaku pembangunan serta contoh kasus yang ada di Indonesia maka pada dasarnya bentuk kemitraan yang sekarang ini merupakan salah satu bentuk implementasi pemerintah dalam menerapkan good governance. Pada dasarnya pengembangan good governance paralel dengan berkembangnya kearah masyarakat madani. Dalam good governance terjadi interaksi atau hubungan kerja pemerintah dengan citizen dan sektor swasta, dan ini bisa berjalan baik kalau berjalan demokrasi dan mekanisme pasar sebagai sistem yang melandasi partisipasi/koordinasi/kerjasama itu. Keselarasan kerja berdasar kesetaraan (mungkin tetap pemerintah yang mempunyai legitimasi lebih). Seperti telah diuraikan diatas, good governance dalam literatur lebih dikaitkan dengan partnership governance pembangunan/pertumbuhan. Paradigma baru government sebagai enabler rather provider. Governance yang mengusahakan untuk meningkatkan/memudahkan/memungkinkan (fasilitasi) agar citizen dan private sector berpartisipasi aktif dalam pembangunan. Badan-badan Pembiayaan Internasional seperti The Wiorld Bank dan badan-badan pembiayaan internasional lain (IMF) mengajukan penggunaan konsep ini untuk memperbaiki manajemen pembangunan di negara-negara penerima bantuan termasuk Indonesia. Jadi suatu ekonomi negara tertentu yang dalam kesulitan, perlu perbaikkan dalam kepemerintahan lalu diajukanlah konsep good governance ini. Bagaimana memajukan good governance salah satunya adalah dengan menjalin kerjasama global bagi kesejahteraan. Yang dimana hal tersebut merupakan salah satu tujuan MDGs di Indonesia. Tujuan Pembangunan Milenium (“Millennium Development Goals”, atau MDGs) mengandung delapan tujuan sebagai respon atas permasalahan perkembangan global, yang kesemuanya harus tercapai pada tahun 2015.  Tujuan Pembangunan Milenium adalah hasil dari aksi yang terkandung dalam Deklarasi Milenium yang diadopsi oleh 189 negara dan ditandatangi oleh 147 kepala Negara dan pemerintahan pada UN Millennium Summit yang diadakan di bulan September tahun 2000. Tujuan menjalin kerjsama global ini berisikan aksi yang harus dilakukan oleh Negara maju kepada negara berkembang untuk mencapai MDG yang lain. Konsensus Monterrey – yang merupakan hasil dari Konferensi Internasional tentang Pembiayaan untuk Pembangunan tahun 2002 – dipandang sebagai kunci dari tujuan tersebut. Konsensus tersebut berintikan kebebasan perdagangan, aliran dana swasta, utang, mobilisasi sumberdaya domestic dan hibah untuk pembangunan. Program target MDG mewakili komponen kritis dari sumbangsih UNDP terhadap hasil yang amat penting dan bagian dari Country Program UNDP untuk periode 2006-2010, yang akan mendukung upaya yang semakin intensif dan berkesinambungan guna bekerja sama dengan Pemerintah dan pemegang saham lainnya guna mencapai pemerintahan demokratis yang berpihak pada rakyat miskin dengan akuntabilitas yang lebih tinggi, kapasitas dan partisipasi lebih aktif di provinsi termiskin Indonesia sekalipun. 

Sehingga kemitraan antar pelaku pembangunan merupakan tujuan pemerintah Indonesia dalam mewujudkan pembangunan yang bersifat partisipatif, yang dimana masyarakat, pihak swasta, bahkan NGO turut bekerjasama dengan pemerintah agar dapat mewujudkan good governance di Indonesia.

Bahan Bacaan :
I Soesilo, Nining. 2000. Reformasi Pembangunan dan Langkah-langkah Manajemen Strategik. Jakarta : Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Jembatan Suramadu Resmi di Buka SBY dalam www.roda-kemudi.blogspot.com 10 Juni, 2009.

Jembatan Suramadu Terpanjang di Indonesia dalam www.indonesiaku.wordpress.com, 8 April 2009.

Kurdi, Yasin, Much. 2005. Jurnal Pengembangan Kemitraan Pemerintah dan Swasta dalam Bidang Infrastruktur.

Nimran, Umar. 2002. Perencanaan Pembangunan Daerah dalam Perspektif Otonomi Daerah. Mataranm : Badan Penerbit Bappeda Provinsi ITB.

Wicaksono, Sarosa. 2009. Buletin Tata Ruang Pembangunan Perkotaam Berkelanjutan.Jakarta : Penerbit Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional

Widodo, Tri. 2004. Pengembangan Kerjasama Pemerintah Daerah dengan Masyarakat dan Swasta dalam Pembangunan Daerah dalam Diklat Manajemen Pemerintah, Lembang 24 Juni.

No comments: